Rabu, 29 Juni 2011

Rekayasa (HOLOCAUST) Pembantaian Nazi Terhadap Yahudi

Bagikan

Holocaust dikenal sebagai peristiwa yang melibatkan pembantaian besar-besaran orang Yahudi, Gipsi, Roma, dan ras-ras lain yang dianggap rendah oleh Nazi Jerman. Beberapa klaim mengatakan orang Yahudi yang dibantai selama peristiwa Holocaust mencapai 6 juta jiwa. Namun benarkah klaim itu?


Saat ini, kamp-kamp penahanan dan penyiksaan orang-orang Yahudi khususnya kamp
Auschwitz, menjadi museum untuk umum. Lebih dari 250 museum didirikan di
berbagai negara guna mengenang korban Holocaust. Bahkan, di sekolahan di AS dan
Eropa tragedi itu juga dijadikan pelajaran sejarah.

Propaganda Rezim Zionis dalam kaitan Holocaust sedemikian gencar sehingga
seorang sejarawan Yahudi bernama Alfred M Lilienthal, menyebut propaganda itu
dengan “Holocaust Mania”. Upaya terbaru Rezim Zionis adalah dengan menekan
Majelis Umum PBB untuk menetapkan tanggal 27 Januari sebagai hari Holocaust
yang akan diperingati setiap tahun. (lihat situsnya di www.alfredlilienthal.com)

Meski propaganda Holocaust gencar dilakukan, namun banyak sejarawan dan
cendikiawan yang meragukan tragedi tersebut. Mereka juga menulis berbagai buku
mencantumkan argumen dan bukti-bukti yang mempertanyakan keotetikan tragedi
Holocaust. Meskipun demikian, para kritikus tidak mengingkari terjadinya
pembunuhan terhadap sejumlah orang-orang Yahudi oleh pasukan Fasis Hitler, dan
hal ini dinilai sebagai sebuah tragedi. Namun mereka berpendapat bahwa tragedi
itu tidak seperti yang digambarkan oleh Rezim Zionis.

Kritikan pertama yang dilontarkan oleh para cendikiawan adalah bahwa pada
perang dunia II jutaan orang dari berbagai etnis dan agama menjadi korban
keganasan Nazipro. Namun mengapa yang diekspos secara meluas hanya dikhususkan
kepada para korban Yahudi saja?

buku tahunan Yahudi Amerika Serikat, nomor 5702 (22 September 1941-11 September 1942), setelah perluasan besar-besaran Nazi ke Rusia, menyatakan bahwa jumlah orang Yahudi di negara-negara Eropa di dalam kendali Jerman pada tahun 1941 mencapai 3 juta 11 ribu jiwa (3,011,722), jumlah tersebut meliputi orang-orang Yahudi yang menetap di Jerman.

Jadi bagaimana mungkin 6 juta orang Yahudi dibunuh sementara jumlah penduduk Yahudi hanya berjumlah 3 juta jiwa saja?

Bangsa Yahudi saat ini mengatakan Holocaust menyebabkan pemusnahan sistematis bangsa Yahudi dan walaupun fakta yang disebutkan penulis Eurea Anglman dalam buku Appearance of Jewish in Western World tahun 1944 mengatakan bahwa penyebab asli dari menurunnya populasi Yahudi di dunia bukan disebabkan pembantaian atau penyakit menular, tapi ternyata dikarenakan sifat khusus dalam masyarakat Yahudi. Karena penurunan jumlah orang Yahudi di dunia disebabkan kurangnya angka kelahiran – banyaknya angka kematian – dan merging (hilangnya identitas dan karakter diri) yang banyak.
1. Merging meningkat karena banyak orang Yahudi yang menyembunyikan identitas asli mereka dengan mengatakan “bukan orang Yahudi”. Di Uni Soviet jumlah mereka mencapai 1,500,000 jiwa, dan ada ribuan lainnya yang pindah ke Amerika Serikat dengan sertifikat baptis dari Vatikan ketika Holocaust.
2. Kawin campur juga dianggap sebagai alasan. Suami Yahudi menyembunyikan identitasnya untuk mengesankan istrinya, begitu pula sebaliknya. Kawin campur ini mencapai persentase 50% di AS dan di Uni Soviet 80%.
3. Penurunan angka kelahiran mencapai 0.016, salah satu yang terkecil di dunia.
Sangatlah jelas bahwa alasan tersebut yang mengakibatkan penurunan populasi Yahudi. Mereka berjumlah 13,837,000 pada 1967 dan 12,988,600 di tahun 1982, jadi penurunan populasi sebesar satu juta jiwa tersebut tidak terdapat unsur-unsur pembantaian. Meskipun penurunan ini normal, populasi mereka saat ini berjumlah sekitar 13,092,000 jiwa. Jadi jumlah mereka masih dapat berubah-ubah dalam 25 tahun terakhir ini (sensus berasal dari institusi Yahudi modern yang berhubungan dengan universitas Yahudi).

Pihak Zionis mengklaim bahwa jumlah tersebut
tidak dapat diragukan lagi. Seorang sejarawan asal Inggris, Doktor David
Irving, dalam bukunya mencantumkan berbagai argumen bahwa aksi pembantaian
terhadap enam juta orang Yahudi itu tidak lebih dari sekedar kebohongan besar.
Karena, jumlah orang-orang Yahudi di seluruh Eropa pada masa itu tidak mencapai
enam juta orang. Apalagi pasukan Nazi tidak sepenuhnya menguasai Eropa. Seorang
pengamat Iran, Doktot Muhammad Taqi Pour mengatakan, dari jumlah keseluruhan
warga Yahudi Jerman yang mencapai 600 ribu orang, 400 ribu di antaranya atas
perintah Hitler telah meninggalkan Jerman sebelum perang dunia II dikobarkan.

Hal lain yang perlu kita cermati adalah sejumlah dokumen menunjukkan hubungan
baik orang-orang Zionis dengan para pejabat tinggi Nazi. Pada tahun 1933 yaitu
tahun Hitler berkuasa hingga tahun 1941, orang-orang Zionis menjalin hubungan
erat dengan Nazi di bidang ekonomi. Hitler yang sangat menentang keberadaan
orang-orang Yahudi di Jerman itu, bersama dengan orang-orang Zionis berupaya
merelokasi orang-orang Yahudi ke Palestina. Seorang analis Nazi, Alfred
Rosenburg, dalam bukunya menulis, Nazi harus mendukung pihak Zionis sehingga
setiap tahun orang-orang Yahudi di Jerman dapat dipindahkan ke Palestina.

Meskipun demikian, Rezim Zionis tetap bersikeras mempertahankan klaim mereka
soal Holocaust. Rezim Zionis juga berupaya keras menginfiltrasi negara-negara
Eropa untuk mencegah segala bentuk penelitian terhadap keotentikan peristiwa
Holocaust.

Prof Faurisson yang telah melakukan penelitian tentang tragedi Holocaust sejak
lama itu, dalam sebuah artikel yang dimuat oleh majalah Le Monde Diplomatique,
menyebutkan poin penting lainnya soal Holocaust. Menurutnya, jika ada satu
orang saja dari keluaga korban Holocaust, ia akan menunjukkan dirinya. Namun,
sampai saat ini tak satupun yang mengklaim sebagai anggota keluarga korban
Holocaust. Faurisson dan sejumlah orang yang sepaham dengannya menilai tragedi
Holocaust sebagai sebuah sebuah dongeng karya orang-orang Zionis. Menurut
keterangan para pengamat, ruang-ruang gas yang gencar dipublikasikan oleh Rezim
Zionis itu, sebenarnya adalah ruang sterilisasi atau penyemprotan gas anti
bakteri pada pakaian dan badan jenazah.

Fenomena Holocaust begitu penting bagi Zionis karena bisa menciptakan opini
kemazluman orang-orang Yahudi. Fiksi pembantaian enam juta warga Yahudi oleh
Hitler merupakan permainan terpenting Zionis untuk menumbuhkan belas kasih
masyarakat dunia kepada orang-orang Yahudi. Oleh karena itu, mereka tidak akan
menerima kritik dalam kaitan tragedi tersebut.

Direktur Lembaga Kebebasan Beropini di Kanada mengatakan, “Holocaust telah
berubah menjadi sebuah keyakinan. Sebuah keyakinan dirancang untuk orang-orang
selain Yahudi, dan siapa pun yang mengingkari tragedi itu akan ditindak seperti
seorang yang murtad. Hal ini merupakan langkah yang salah dan menipu menurut
akal dan logika. Profesor Robert Farison juga mnyatakan bahwa Holocaust
merupakan bom nuklir Zionis.

Hal yang menarik, melalui kekuatan lobinya di Barat Zionis tidak mengizinkan
siapa pun untuk menolak kisah tragedi Holocaust. Saat ini di AS dan Eropa,
siapa pun tidak boleh menolak tragedi Holocaust, dan akan ditindak jika
menolaknya. Ketika AS dan Eropa melakukan propaganda dengan gencar dalam kaitan
Holocaust, seorrang analis yang berasal dari Australia, Fredick Toban, menolak
tragedi tersebut dan mendapat ganjaran penjara enam bulan.

Fredick Toban
mengatakan, “Di Eropa, setiap orang bisa menghujat Yesus dan Maryam yang suci,
namun tidak dapat mengkritik orang-orang Yahudi dan Holocaust.

Berdasarkan undang-undang di AS dan Eropa yang bernama Gitto, siapa pun yang
menolak Holocaust, akan terhitung sebagai orang yang anti Yahudi dan terkena
hukuman.
Perancis,di belenggu kekuatan lobi Zionis, sehingga harus menerima undang-undang
Fabius-Gayssot di tahun 1990.

Profesor Robert Forison diberhentikan dari aktivitas mengajar di Universitas Lion di
tahun 1978, dan menurut rencana akan diadili di bulan Juni karena wawancaranya
dengan Televisi Sahar milik Republik Islam Iran dalam kaitannya dengan
Holocaust. Horison dalam wawancara tersebut menyatakan, “Kami para penentang
Holocaust tidak diberi hak untuk mencetak dan menyebarkan artikel dan buku.
Mereka membakar buku-buku kami dan melarang penerbitannya di luar negeri.”

Profesor Roger Garaudy, Karya besar Garudi yang berjudul “Mitos-mitos
Pembangun Politik Israel” juga menghadapi penentangan keras dari kaun Zionis,
karena buku tersebut mengungkap kebohongan tragedi Holocaust. Pada akhirnya,
Garudi dijatuhi hukuman karena sikapnya menentang undang-undang Fabius-Gayssot

Ernest Zundel, seorang peneliti asal Jerman masuk dalam daftar para penentang
tragedi Holocaust,dia ditangkap dan
diekstradisi ke Jerman untuk diadili karena keyakinannya yang menentang mitos
Holocaust.

Bruno Gollnisch, anggota parlemen Eropa asal Prancis termasuk di
antara mereka yang menentang kisah Holocaust. Katanya, “Seluruh kisah Holocaust
adalah khanyalan otak kotor kaum Zionis.” Akibat pernyataannya itu, Gollnisch
kehilangan kekebalan diplomatiknya sehingga memungkinkannya untuk diseret ke
pengadilan.

David Irving. Ketenarannya sebagai sejarawan besar Inggris tidak mampu menelamatkannya dari penganiayaan yang dialaminya di Inggris dan negara-negara lain.Irving dijerat dengan pasal tahun 1989 tentang Holocaust

Germar Rudolf kimiawan Jerman, Doktor Frederick Toben
asal Australia, Louis Marshalko asal Hungaria penulis buku the World
Conquerers, Norman G. Finkelstein dosen universitas DePaul Chicago penulis the
Holocaust Industry adalah contoh dari puluhan ilmuan dan cendekiawan tersebut.

Mitos Holocaust dimanfaatkan oleh kaum Zionis untuk mengejar kepentingannya di
dunia, yang diantaranya adalah untuk membentuk sebuah rezim ilegal di tanah
Palestina tahun 1948. Tak syak, tanpa mengumbar isu pembantaian massal umat
Yahudi pada masa perang dunia kedua, kaum Zionis tak akan dengan mudah memaksa
masyarakat dunia termasuk PBB untuk menerima kehadiran sebuah negara ilegal
bernama Israel di negeri Palestina.

Frederick Toben dalam hal ini mengatakan, “Negara Israel dibentuk atas dasar
kisah Holocaust. Oleh karena Holocaust adalah kisah bohong, berarti Israel
dibangun di atas kebohongan besar.” Kelestarian Israel sangat bergantung pada
keyakinan masyarakat Barat akan kebenaran kisah pembunuhan 6 juta warga Yahudi
di Eropa oleh Hitler. Berkat kisah ini pula, Israel berhasil meraup ganti rugi
yang tidak sedikit dari negara-negara Eropa terutama Jerman.

Masyarakat dunia saat ini mulai sadar bahwa
Holocaust yang sebenarnya bukan terjadi di Eropa pada masa perang dunia kedua
dengan korbannya warga Yahudi, tetapi Holocaust sedang terjadi saat ini.
Tempatnya adalah Palestina dan korbannya adalah bangsa Palestina. Pelakunya
bukan Hitler, tetapi kaum Zionis.

Source



Artikel Terkait:

0 comments:

Posting Komentar

next previous home